Jumat, 29 Juni 2012

Phobia & Contoh


Phobia merupakan suatu mekanisme pelarian diri dari konflik-konflik bathiniah dari jiwa seseorang. Mungkin ada sekitar 80 atau bahkan 100 macam phobia yang dikenal orang sekarang. Phobia- phobia itu menyebabkan timbulnya ketakutan yang absurd dan tak masuk akal. Biasanya phobia-phobia tersebut berhubungan dengan pengalaman-pengalaman yang terpendam, yang ditekan dalam-dalam dan dilupakan.
PHOBIA DISEBABKAN OLEH
Sama kayak jenisnya, ternyata penyebab phobia juga macem-macem. Analisa yang pertama karena adanya faktor biologis di dalam tubuh, seperti meningkatnya aliran darah dan metabolisme di otak. Bisa juga karena ada sesuatu yang nggak normal di struktur otak. Tapi kebanyakan psikolog setuju, phobia lebih sering disebabkan oleh kejadian traumatis kayak yang dialami Rachel Green tadi. Kabarnya nih, beberapa hari setelah bom bali meledak para korbannya yang selamat, jadi phobia sama api dan suara keras. Kejadian traumatis, seperti inilah yang jadi penyebab phobia paling umum. Masih ada penyebab lainnya yang dianalisa oleh psikolog, yaitu phobia juga bisa terjadi karena budaya. Seperti di Jepang, Cina dan Korea, masyarakatnya takut banget sama angka 4 (tetraphobia) sedangkan di Italia takut sama angka 17 yang dianggapnya angka sial! Memang nggak rasional, tapi bener-bener terjadi.
Mungkin seperti yg saya alami saat ini saya mengalami Acrophobia atau yg sering disebuat takut ketinggian Pada umumnya saya yang mengalami acrophobia saya akan menolak untuk naik ke tempat yang tinggi. Jika memang saya terpaksa naik ke tempat tinggi maka biasanya saya akan sangat tegang, mengeluarkan keringat dingin, wajah menjadi pucat, dan bahkan yang berbahaya saya tak akan bisa bergerak saat saya merasa ketakutan.
Contoh Kasus
Andri adalah murid salah satu sekolah dasar di Semarang, ia memiliki masalah ketidakmampuan menjalin hubunga sosial yang baik dengan teman sebayanya dikarenakan terlalu banyak bermain game online. Semakin berjalannya waktu dan ketidakmampuan Andri untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, masalah Andri ini menjadi meluas. Tidak hanya dengan teman-teman sebayanya tetapi juga dengan guru-guru pengajar. Yang menjadi perhatian adalah ketika Andri berbicara dengan orang lain. Tidak terfokus dengan lawan bicara, hanya tersenyum-senyum sambil menggerakkan kepalanya dengan hitungan patah-patah seperti boneka kayu yang kaku dan pandangan kosong lurus ke depan. Hitungan fokus untuk menatap lawan bicara hanya kurang dari 6 detik dan fokus pada topik pembicaraan hanya kurang dari 9 detik. Pola seperti ini, terulang terus menerus ketika Andri dihadapkan pada situasi yang mengharuskan dia untuk berkomunikasi dengan dua orang atau lebih.
Pola yang terulang terus-menerus setiap kali berbicara dengan Andri,membuat teman-teman sekelasnya menjauhi Andri. Bahkan ada seorang guru yang membentak Andri dengan menggunakan kata “gendheng dan autis.” Masalah baru muncul. Andri tidak hadir di sekolah sampai hampir 1 minggu. Menurut pengakuan ibunya, setiap disuruh berangkat ke sekolah, badan Andri mendadak panas dan kakinya dingin yang disertai dengan diare. Empat surat izin tidak masuk karena sakit dari orang tua Andri, terdapat diatas meja kerja guru. Tiga kali diperiksakan ke dokter oleh orang tuanya, tidak diketahui adanya penyakit berbahaya. Menurut analisa dokter, sakitnya Andri dikarenakan Andri mengalami stres berat dan ketakutan akan sesuatu. Kepada ibunya, Andri bercerita kalau dia takut berhadapan dengan guru yang mengatakan dia gendheng dan autis. Sehingga membuat dia takut berangkat ke sekolah.
Gejala yang dialami oleh Andri, menunjukkan bahwa Andri terserang Phobia Sekolah. Menurut Jacinta F. Rini, phobia sekolah adalah bentuk kecemasan yang tinggi terhadap sekolah yang biasanya disertai dengan berbagai keluhan yang tidak pernah muncul atau pun hilang ketika “masa keberangkatan” sudah lewat atau pada hari Minggu atau hari libur. Phobia sekolah dapat sewaktu-waktu dialami oleh setiap anak hingga usianya 14-15 tahun, saat dirinya mulai bersekolah di sekolah baru atau menghadapi lingkungan baru atau pun ketika ia menghadapi suatu pengalandri yang tidak menyenangkan di sekolah.
Cara Mengatasi

a.       Terapi berbicara.
Perawatan ini seringkali efektif untuk mengatasi berbagai fobia. Jenis terapi bicara yang bisa digunakan adalah:
1. Konseling: konselor biasanya akan mendengarkan permasalahan seseorang, seperti ketakutannya saat berhadapan dengan barang atau situasi yang membuatnya fobia. Setelah itu konselor akan memberikan cara untuk mengatasinya.
2. Psikoterapi: seorang psikoterapis akan menggunakan pendekatan secara mendalam untuk menemukan penyebabnya dan memberi saran bagaimana cara-cara yang bisa dilakukan untuk mengatasinya.
3. Terapi perilaku kognitif (Cognitive Behavioural Therapy/CBT): yaitu suatu konseling yang akan menggali pikiran, perasaan dan perilaku seseorang dalam rangka mengembangkan cara-cara praktif yang efektif untuk melawan fobia.

b. Terapi pemaparan diri (Desensitisation).
Orang yang mengalami fobia sederhana bisa diobati dengan menggunakan bentuk terapi perilaku yang dikenal dengan terapi pemaparan diri. Terapi ini dilakukan secara bertahap selama periode waktu tertentu dengan melibatkan objek atau situasi yang membuatnya takut. Secara perlahan-lahan seseorang akan mulai merasa tidak cemas atau takut lagi terhadap hal tersebut. Kadang-kadang dikombinasikan dengan pengobatan dan terapi perilaku.
c. Menggunakan obat-obatan.
Penggunaan obat sebenarnya tidak dianjurkan untuk mengatasi fobia, karena biasanya dengan terapi bicara saja sudah cukup berhasil. Namun, obat-obatan ini dipergunakan untuk mengatasi efek dari fobia seperti cemas yang berlebihan.

Terdapat 3 jenis obat yang direkomendasikan untuk mengatasi kecemasan, yaitu:
1. Antidepresan: obat ini sering diresepkan untuk mengurangi rasa cemas, penggunaannya dizinkan untuk mengatasi fobia yang berhubungan dengan sosial (social phobia).
2. Obat penenang: biasanya menggunakan obat yang mengandung turunan benzodiazepines. Obat ini bisa digunakan untuk mengatasi kecemasan yang parah, tapi dosis yang digunakan harus serendah mungkin dan penggunaannya sesingkat mungkin yaitu maksimal 4 minggu. Ini dikarenakan obat tersebut berhubungan efek ketergantungan.
3. Beta-blocker: obat ini biasanya digunakan untuk mengobati masalah yang berhubungan dengan kardiovaskular, seperti masalah jantung dan tekanan darah tinggi (hipertensi). Karena berguna untuk mengurangi kecemasan yang disertai detak jantung tak beraturan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar